Sejarah Desa

Sejarah Desa Kemantren

Desa Kemantren adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Dinamakan Kemantren karena dahuu di desa banyak sekali pesantren dan orang yang mondok di pesantren-pesantren yang pada akhirnya desa ini dipenuhi oleh para santri sehingga desa ini di sebut Kemantren yang artinya desa yang di huni banyak santri.

Sejarah/Cerita lebih rincinya tentang Desa Kemantren, melalui wawancara dengan sesepuh desa bernama bapak Aspali yang merupakan tokoh perjuangan. Menurut beliau, Kemantren asal mulanya adalah alas (hutan) yang banyak sekali pohon, ada sesepuh desa yang bernama Eyang Sidi dari kalangan orang biasa yang kemudian membabat alas (penebangan hutan untuk permukiman) desa kemantren setelah dibabat alas dan cikal bakal itu banyak orang berdatangan ke tempat itu berdagang yang selanjutnya tempat ini disebut wono kulak atau daerah alas kulak karena makamnya dianggap keramat maka oleh orang sekitarnya di beri nama Petren atau Danyangan

Dalam versi lain ada pendapat dari beberapa tokoh bahwa asal mula KEMANTREN adalah nama seorang tokoh yang pertama kali babat alas/mendiami disebuah tempat yang sekarang bernama PUTUKREJO masuk RW 05. Tokoh tersebut bernama MBAH MANTRI yang makamnya sekarang terletak di RT 05 RW 05 Putukrejo.Tokoh lain yang babat alas di Dusun Kutho Bedah adalah Mbah Umbaran yang sekarang menjadi Dusun Kutho Bedah masuk wilayah RW 06 RT 03,04,05,06,07. 

Tokoh tersebut diatas berasal dari kota Malang tempatnya bernama Kutho Bedah. Dan yang babat alas di Boro Mantren adalah Mbah Usman yang sekarang menjadi Dusun Boro Mantren masuk wilayah RW 06 RT 01.02.03, Tokoh Tersebut berasal dari Pasuruan yang berbahasa Madura karena merupakan keturunan suku/etnis Madura Untuk yng babat alas di Selumbung adalah buyut SURIO yang merupakan seorang jogo tirto, yang mengairi sawah slumbung dan sekitarnya. Dikatakan Selumbung karena hasil panenan padi yang melimpah sehingga memenuhi Lumbung Padi

Dahulu setiap bersih desa harus mengadakan selamatan dimeriahkannya dengan tandakan atau tari-tarian di makam /Dayangan. Ritual ini mulai dilakukan semenjak kepemimpinan Petinggi Pujan yakni pada jaman penjajahan Belanda. Petinggi Pujan merupakan petinggi ke dua Desa Kemantren setelah Bapak Saruwi Belanda datang pada jaman petinggi Kyai Marsuin, tetapi tidak semua penjajah Belanda berani datang ke Desa Kemantren karena mereka merasa takut dengan pemerintahan petinggi Ky Masuin(Jogo Laksono). Pada jaman penjajahan Belanda rakyat Kemantren sangat tertindas. Bahkan kain masih belum ada, maka semua orang menggunakan goni (karung).

Setelah penjajahan Belanda berakhir, masyarakat Desa Kemantren dijajah lagi oleh Jepang. Pada saat penjajahan Jepang masyarakat lebih tertindas dan menderita karena kekejamannya. Dari tahun ke tahun seiring perubahan zaman, baru pada sekitar tahun 19441 pembangunan Desa Kemantren berangsur-angsur pulih dan hambatannya berkurang. Sehingga kepemimpinan Kepala Desa dalam membangun desanya mulai tertata, terarah, dan mengacu pada aturan daerah yang pasti.